The Right to Sight
Kebetulan
saat ini, saya sedang bekerja di salah satu NGO Internasional yang bergerang di
bidang inklusi disabilitas. Saya di bagian Kesehatan Mata yang Inklusif. Jadi,
banyak waktu saya bekerja yang berhubungan dengan mata.
Mata
merupakah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia. Gangguan
penglihatan mulai dari yang ringan sampai yang berat serta yang dapat
menyebabkan kebutaan. Untuk mengatasi permasalahan kebutaan dan gangguan
penglihatan, World Health Organization
(WHO) membuat program Vision 2020, The
Right to Sight, yang merupakan inisatif global dalam penanganan kebutaan
dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Di Indonesia, Vision 2020 telah dicanangkan pada 15 Februari 2000 oleh Ibu Megawati
Soekarno Putri sebagai Wakil Presiden saat itu.
Dalam
upaya mencapai Vision 2020, WHO telah
menetapkan setiap hari kamis minggu kedua di bulan Oktober sebagai Hari
Penglihatan Sedunia (World Sight Day/WSD)
yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2000. Pada tahun 2019 ini, WSD jatuh pada tanggal 10 Oktober. Pada
tahun ini, NGO saya membuat kampanye #EyeStandByU.
Sekitar
80% dari gangguan penglihatan dan kebutaan di dunia dapat dicegah. Dua penyebab
gangguan penglihatan dan kebutaan terbanyak adalah karena katarak dan gangguan
refraksi. Kedua penyebab gangguan penglihatan ini sebenarnya merupakan avoidable blindness (kebutaan yang dapat
dicegah).
Rapid Assessment of
Avoidable Blindness
(RAAB) merupakan standar pengumpulan data gangguan penglihatan dan kebutaan
yang ditetapkan oleh WHO. RAAB merupakan survey cepat berbasis populasi untuk
penderita kebutaan dan gangguan penglihatan pada orang-orang yang berusia 50
tahun keatas. Berdasarkan hasil Rapid
Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) yang dilaksanakan di Indonesia
pada kisaran tahun 2014 – 2016 di 15 propinsi, prevalensi kebutaan di Indonesia
adalah sebesar 3% dimana ini melebihi batas standar minimal dari WHO sebesar
0,5%. Jika prevalensi kebutaan lebih dari 1% menunjukkan adanya keterlibatan
masalah sosial / lintas sektor, dimana tidak hanya masalah kesehatan.
Tingginya
prevalensi kebutaan di Indonesia membuat Kementrian Kesehatan dan beberapa
pihak terkait termasuk NGO, menyusun suatu program yang di sebut Percepatan
Penanggulangan Gangguan Penglihatan (PGP) yang diluncurkan pada tahun 2017 dan
menargetkan penurunan prevalensi kebutaan sampai 25% per tahun sampai tahun
2030.
Salah
satu kegiatannya adalah deteksi dini gangguan penglihatan di tingkatan
komunitas/masyarakat yang bisa dilakukan oleh kader atau siapapun. Deteksi dini
ini sangatlah mudah dan biasa disebut dengan Metode Hitung Jari.
Bagaimanakah
metode hitung jari ini ?
1.
Dua
orang berhadap-hadapan dengan jarak sekitar 15 langkah normal orang dewasa.
2.
Orang
yang melakukan deteksi dini, menunjukkan jari-jarinya (tidak boleh berurutan, misal
setelah menunjukkan jari 1, kemudian jari 2, jari 3 dst, tapi harus
berbeda-beda) dan yang orang yang diperiksa menyebutkan berapa jari yang
ditunjukkan.
3.
Jika
3x berturut benar, maka orang tersebut tidak memiliki gangguan penglihatan.
Namun jika dalam 3x urutan ada setidaknya 1x yang salah, maka orang tersebut
dicurigai memiliki gangguan penglihatan.
4.
Segera
minta orang tersebut untuk mendatangi layanan kesehatan primer (puskesmas)
untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Dalam
program kesehatan mata yang inklusif, memastikan setiap orang, termasuk orang
dengan disabilitas bisa mengakses layanan kesehatan, terutama layanan kesehatan
mata.
#writober
#RBMIPJakarta
#ibuprofesionaljakarta
@ibu.profesional.jakarta
#hari3
#mata
#Vision2020
#TheRightToSight
#EyeStandByU
0 comments